Semarang—lingkunganmu.com--Menurut data dari DLHK Provinsi Jateng per 14 Maret 2018, dari 48 jumlah jenis TPA Open Dumping di Jawa Tengah, 84,21 % nya sampah dalam kondisi terbuka dan tidak dikelola. Sedangkan data dari KLHK menunjukkan bahwa pada tahun 2020 diperkirakan sekitar 67,8 juta ton sampah, dan diperkirakan pada 2050 komposisi sampah plastik akan bertambah lebih dari dua kali lipat menjadi 35% dari total timbunan sampah saat ini. Oleh karenanya persoalan sampah harus menjadi perhatian utama dan butuh pelibatan seluruh komponen masyarakat dalam pengelolaannya.
“Persyarikatan Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi agama tertua di Indonesia yang memiliki semangat amar ma’ruf nahi munkar tentunya harus berkontribusi dalam mengatasi permasalahan sampah, dimulai pada lingkup rumah tangga warga persyarikatan hingga di berbagai Amal Usaha yang dikelolanya”, demikian menurut Dr. Ummul Baroroh Ketika membuka acara Webinar Gerakan Muhammadiyah Peduli Sampah (GMPS) pada Sabtu (6/2/2021)
Acara GMPS ini dinisiasi oleh Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Jawa Tengah dan Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah. Serangkaian kegiatan yang dilakukan adalah Sosialisasi Pemilihan dan Pengolahan Sampah, Pemasangan Sapnduk, Banner, Sticker, Publikasi Kegiatan, Talkshow di Radio, Kampanye via media sosial, dan webinar dengan pemangku kepentingan.
Lebih lanjut Ummul Baroroh menegaskan bahwa hasil yang diharapkan dari GMPS ini adalah “pertama, membangun kesadaran dan kepedulian. Melalui GMPS Tahun 2021 ini, diharapkan warga persyarikatan Muhammadiyah se Jawa Tengah makin sadar dan peduli pentingnya pengelolaan sampah, serta mampu berkontribusi dalam pengurangan risiko bencana banjir, pencemaran, kerusakan lingkungan. Kedua, Sampah bisa dimanfaatkan Kembali. Gerakan ini juga menghimbau agar warga persyarikatan dan amal usaha bekerjasama dengan Gerakan Shadaqah Sampah/Bank Sampah/TPA setempat, untuk memastikan agar sampah yang terpilah masih bisa dimanfaatkan Kembali”
Sementara itu Agus Hadi, Sekretaris MLH PWM Jateng menjelaskan bahwa “Persoalan sampah sebenarnya berawal dari perilaku. Islam mengajarkan untuk tidak melakukan perbuatan buruk. Jika sampah di jadikan atau diidentikan dengan keburukan, maka setiap orang Islam akan berfikir dan bertindak bagaimana kita tidak menghasilkan sampah (sesuatu keburukan) yang dilarang agama. Dalam praktiknya dapat diartikan sebagai mengurangi sampah dari sumbernya. Namun, jika sampah dianggap sebagai bahan sisa dan atau sumber daya, maka silahkan memanfaatkannya untuk berbagai keperluan sehingga semuanya termanfaatkan. Dalam praktik kita kenal dengan pemanfaatan setelah terbentuk sampah yaitu recycle, reuse dan recovery atau R yang lain. MLH PWM Jateng lebih cenderung mengarah ke prinsip "upaya mereduksi sampah dari sumbernya", sedang "upaya pemanfaatan" menjadi upaya berikutnya”, tandasnya.
Drs. Tafsir, M.Ag, Ketua PWM Jatng dalam sambutannya menegaskan dengan mencuplik Hadits Nabi yang kurang lebih terjemahannya adalah “ Bumi adalah Hijau”. Oleh karena itu, melalui kegiatan GMPS ini beliau berharap dapat membangun kesadaran teologis dan kosmologis yang harus dilakukan setiap hari. Melalui GMPS ini juga diharpkan menjadi “Gerakan Hidup Bersih dan Sehat” artinya tidak hanya kesadaran Fiqiyah (Syariah) tanpa memperhatikan kesadaran medis dan higienis.
Kegiatan webinar pertama ini melibatkan seluruh Amal Usaha Muhammadiyah dan Ortom Muhammadiyah se-Jawa Tengah, menampilkan Prof. Syafrudin (Guru Besar Undip dan Sekretaris MLH PDM Kota Semarang), Deny Ana (Ketua Divisi Lingkungan LLHPB PWA Jateng) dan Agus Mustofa (praktisi lingkungan) yang diikuti 190 peserta, semoga apa yang menjadi tujuan GMPS dapat tercapai, yakni meningkatkan kesadaran dan kepedulian warga persyarikatan Muhammadiyah se-Jawa Tengah akan pentingnya pemilahan dan pengolahan sampah, serta mampu berkontribusi dalam pengurangan risiko bencana banjir, pencemaran, dan kerusakan lingkungan (ddp).
Sleman—lingkunganmu.com—Refleksi Akhir Tahun 2020 diisi dengan acara Sosialisasi dengan tema "Pemanfaatan Lahan Pekarangan” untuk budidaya buah (pakel enak-manis, asam-manis, sawo lukumo, jeruk pecel dan pisang) & pangan yang terlupakan (suweg, uwi, bili, bolo, ganyong, garut & gadung) untuk meningkatkan gizi keluarga dan ketahanan pangan keluarga di masa pandemi covid-19. Kegiatan ini dilaksanakan oleh MLH PWM DIY, MLH PDM Sleman dan PCM Ngemplak pada Ahad (27 Desember 2020).
Kegiatan Sosialisasi dalam arti luas ini menunjukkan komitmen yang kuat dari Warga Muhammadiyah untuk menjalin hubungan yang erat dengan Alam Lingkungan sekitar rumah. Menurut Nurcholis, Wakil Ketua MLH PP Muhammadiyah menegaskan bahwa
“Kegiatan Sosialisasi sekaligus penanaman ini menjadi sesuatu yang sangat strategis untuk menyejukan bumi secara berkelanjutan. Menyejukkan bumi dengan menanam pohon sebagai penyerap CO2 adalah suatu keniscayaan. Namun, untuk menjaga keberlanjutan perlu ada faktor nilai keekonomian dari yang ditanam, sehingga dengan menanam tanaman yang bernilai ekonomi tinggi yang dapat melestarikan alam dari aspek lingkungan dan kesehatan, terlebih di era pandemic Covid-19”.
Suyanto, Ketua MLH PDM Sleman menambahkan bahwa “sebagian besar Warga dan Simpatisan Muhammadiyah Sleman ini memiliki Lahan Pekarangan yang cukup luas dan belum termanfaatkan dengan baik. Untuk itulah dalam kegiatan ini Warga dan Simpatisan Muhammadiyah mulai membudidayakan buah (pakel enak-manis, asam-manis, sawo lukumo, jeruk pecel dan pisang) dan membudidayakan tanaman pangan yang terlupakan seperti suweg, uwi, bili, bolo, ganyong, garut dan gadung di Lahan Pekarangan mereka”.
Pandemi Covid-19 yang telah melanda berbagai negara termasuk Indonesia ini berdampak terhadap berbagai sektor di Indonesia, salah satunya adalah sektor pertanian dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Berdasarkan infografis dari katadata.co.id ada beberapa bahan pangan di sejumlah daerah yang mengalami defisit. Hal ini disebabkan oleh terhambatnya pasokan impor lantaran kebijakan pembatasan sosial di sejumlah wilayah. Oleh karena itu, kegiatan seperti ini merupakan upaya nyata dengan mengoptimalisasi pekarangan dan lahan rumah tangga (ddp).
Yogyakarta—lingkunganmu.com—Majelis Lingkungan Hidup PDM Kota Yogyakarta gelar “Gowes Susur Sungai” pada 27 Desember 2020. Acara di Ahad akhir tahun ini melibatkan unsur dari MLH PP Muhammadiyah, Pimpinan PDM Kota Yogyakarta, utusan dari PCM dan PRM se-Kota Yogyakarta.
Hery Setiawan, Ketua MLH PDM Kota Yogyakarta menegaskan bahwa dalam Al-Qur'an surat Al-Anbiya' ayat 107 Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai Rahmatan Lil ‘alamiin yaitu Rahmat untuk semua alam. Rahmat untuk pemeliharaan, kemanfaatan, kenyamanan dalam hubungannya dengan manuasia, tumbuhan, hewan, malaikat, jin.
Ayat ini memiliki beberapa makna, yaitu: Allah telah mengutus semua rasul sebagai rahmat dari-Nya kepada sekalian alam; Allah mengutus nabi Muhammad dan menjadikannya sebagai rahmat bagi seluruh alam; atau Allah mengutus nabi Muhammad sebagai rahmat dari-Nya bagi seluruh alam.
Makna alam di sini adalah jagat raya yang terdiri dari kumpulan makhluk hidup, baik alam manusia, alam malaikat, alam jin, alam hewan dan tumbuh-tumbuhan. Semua alam itu memperoleh rahmat–tanpa terkecuali–dengan kehadiran nabi terakhir, yakni nabi Muhammad SAW yang membawa ajaran Islam.
Dengan rahmat itu terpenuhilah hajat batin manusia untuk meraih ketenangan, ketentraman, serta pengakuan atas wujud, hak, bakat dan fitrahnya, sebagaimana terpenuhinya hajat keluarga kecil dan besar, menyangkut perlindungan, bimbingan dan pengawasan serta saling pengertian dan penghormatan.
Terkit dengan Gowes Susur Sungai ini dilatarbelakangi keberadaan sungai sebagai medium kesejahteraan eksistensi dan fungsinya kurang dipahami dan dimengerti dengan baik oleh manusia sehingga perilakunya terhadap sungai bahkan daerah aliran sungai (DAS) kurang tepat. Oleh karena itu, diperlukan upaya penyadaran masyarakat oleh berbagai pihak secara bersama-sama dan simultan menuju SUNGAI ASRI LESTARI-HIDUP NYAMAN LESTARI. Untuk itulah MLH PDM Kota Yogyakarta sebagai bagian dari masyarakat sudah sewajarnya ambil bagian dalam upaya tersebu, tandas Hery Setiawan.
Sementara itu, Gatot Supangkat, Sekretaris MLH PP Muhammadiyah menegaskan bahwa “ada 3 Kunci keharmonisan hidup, yakni hablumminallah, hambulmminannas, dan hablumminal alam. Seberapa jauh habluminal alam yang sudah kita jalin, seberapa kita bisa berbuat baik terhadap tumbuhan yakni dengan memperlakukan tumbuhan dengan sebagaimana mestinya mulai dari menanam tumbuhan secara berjarak, memelihara, memanen, mengemas, dan memasarkan. Kita harus berperilaku yang baik terhadap tumbuhan”.
Gowes Susur Sungai diharapkan menjadi acara rutin setiap akhir tahun sebagai sosialisasi, edukasi dan advokasi kepada masyarakat agar berperilaku yang baik dan bijak terhadap sungai (ddp).
Pekanbaru—lingkunganmu.com—Majelis Lingkungan Hidup PWM Riau bekerjasama dengan Badan Restorasi Gambut (BRG) RI selenggarakan Sosialisasi Tematik dengan tema “Pendidikan Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat Muhammadiyah Peduli Gambut” pada 7 Nopember 2020 dengan menampilkan Dr. Myrna A Safitri (Deputi 3 BRG RI), Dr. Ane Permatasari (MLH PP Muhammadiyah), Dr. Eviandri (Dosen UM Riau).
Dr. Myrna A Safitri, Deputi 3 BRG RI mengatakan bahwa “BRG telah melibatkan generasi muda dalam upaya restorasi gambut dengan merekrut mereka sebagai fasilitator Desa. Fasilitator Desa ini ditempatkan di lokasi restorasi atau Desa terdampak dan di beri kesempatan bekerja dengan warga”.
Lebih lanjut beliau menegaskan bahwa “BRG juga memiliki sejumlah program untuk mendukung aktivitas generasi muda diantaranya pelatihan pengembangan dan peningkatan nilai produk dari industry rumah tangga di sekitar gambut. Ekonomi kreatif berupa produk fashion yang dihasilkan dari pewarna alami di Kalimantan Selatan, serta mendukung para peneliti muda untuk menggelar riset”.
Fasilitator desa memiliki tanggung jawab memasukkan program-program restorasi di perencanaan desa atau Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Hal itu bertujuan agar masyarakat betul-betul memahami pentingnya restorasi.
Sementara itu, Dr. Ir. Suwignya Utama, MBA., menguraikan “sebagai ujung tombak dari kegiatan pendampingan masyarakat dalam Desa Peduli Gambut (DPG), tenaga fasilitator diharapkan dapat menjalankan peran dan fungsinya antara lain untuk: memfasilitasi perencanaan desa dan kawasan perdesaan dalam konteks restorasi gambut; memfasilitasi pelatihan-pelatihan terkait dengan restorasi gambut yang melibatkan warga desa/kelurahan; memfasilitasi proses penyusunan peraturan desa yang diperlukan untuk mendukung restorasi gambut; mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kapasitas warga desa dan potensi ekonomi desa dalam rangka restorasi gambut; membantu pemantauan pelaksanaan restorasi gambut; dan membantu memfasilitasi pelaksanaan Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (Padiatapa) dalam pelaksanaan restorasi gambut”.
Kepala Kelompok Kerja, Edukasi, dan Sosialisasi BRG melanjutkan bahwa “fasilitator desa merupakan perpanjangan tangan BRG di daerah. Mereka memiliki tugas memfasilitasi, meningkatkan kapasitas masyarakat, membuat perencanaan, mengawal program BRG RI, dan memetakan konflik di desa. Restorasi bukan hanya tugas BRG, melainkan juga tugas bersama. BRG memiliki masa kerja lima tahun, tetapi program restorasi harus bisa dilaksanakan seterusnya,” ujar Suwignya.
Dr. Ane Permatasari dari Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah mengawali paparan dengan menyitir ungkapan Ir. Soekarno “Berikan aku sepuluh pemuda, maka aku akan mengguncang dunia” dan ungkapan Hasan Al Banna “Di setiap kebangkitan pemudalah pilarnya, di setiap pemikiran pemudalah pengibar panji-panjinya.”
Populasi generasi muda di Indonesia mendominasi setiap di momen-momen perjuangan bangsa. Generasi muda memegang kendali setiap kemajuan negeri ini: 1928, 1945, 1998. Buktinya Ahmad Dahlan mendobrak tradisi Kauman dengan merubah kiblat pada usia 21 tahun, Soekarno mendirikan PNI di usia 26 tahun. Bagaimana dengan Mahasiswa?
Menurut Dosen UM Yogyakarta ini, “mahasiswa sebagai agen perubahan diharapkan mampu berperan besar dalam menjaga kelestarian alam di tengah ancaman kerusakan lingkungan yang semakin nyata. Mahasiswa harus kritis mencari dan memiliki data-data yang berhubungan dengan perkembangan kerusakan lingkungan, termasuk sejauh mana sikap pemerintah dalam menanggulanginya. Langkah yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut akan bermanfaat untuk pemerintah dalam menentukan arah kebijakan khususnya masalah lingkungan” katanya.
Bagaimana caranya? Banyak hal yang bisa dilakukan mahasiswa, melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik, Riset-riset, Program Pengabdian Masyarakat, Menganalisis dengan kritis terhadap regulasi yang ada seperti Omnibuslaw, dan lain-lain.
Di Riau sepanjang tahun 2019 terdapat sebanyak 74 kasus terdiri dari 72 kasus perorangan dan 2 korporasi (perusahaan). Jumlah pelaku yang ditetapkan tersangka sebanyak 81 orang. Tersangka terdiri dari 77 perorangan dan 4 orang dari perusahaan. Untuk luas hutan dan lahan yang dibakar sekitar 1.687,342 hektar.
Sehingga dibutuhkan paralegal. Paralegal ini bukan pengacara, bahkan bukan sarjana hukum, namun mereka memiliki kemampuan memberi konsultasi hukum dan mediasi kepada masyarakat yang menghadapi konflik antar warga, antar desa, antar masyarakat dan pemegang konsesi dan instansi pemerintah. Mereka adalah para legal di desa-desa di lahan gambut” tandas Dr. Eviandri (Dosen UM Riau).
Webinar ini dihadiri oleh 100 peserta yang berasal dari sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Riau, PWM/PDM/PCM se-Provinsi Riau (ddp).
Pontianak—lingkuganmu.com—Badan Restorasi Gambut Republik Indonesia bermitra dengan Muhammadiyah menggelar “Sosialisasi Program Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat Muhammadiyah Peduli Gambut” pada 16 Oktober 2020 via Zoom Meeting.
Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG, Dr. Myrna A. Safitri dalam sambutannya mengatakan dari sisi luasan, belum ada negara mana pun yang menandingi lahan gambut Indonesia. Berdasarkan data Wetland Internasional (2008) bahwa luas lahan gambut global adalah 381,4 juta hektar yang terbesar dikawasan Eropa dan Rusia (44,08 %), Amerika (40,50 %), Afrika (3,41%) Indonesia (6,95%) Asia lainnya (2,74%), Australia dan Pasifik (1,91%) dan Antartika (0,41%). Sedangkan berdasarkan negara urutan terbesar adalah Rusia (137,5 juta Ha), Kanada (113,4 juta Ha), USA (22,4 juta Ha), dan Indonesia (18,5 juta Ha). Dengan demikian Indonesia bukan pemilik lahan gambut terbesar dunia namun termasuk dalam empat besar negara yang memiliki lahan gambut terluas.
Hal menarik lainnya bahwa restorasi lahan gambut yang ada di Indonesia tidak berada di ruang kosong. Ada jutaan orang yang hidup di lahan gambut dengan berbagai aktivitas yang dilakukan. Target restorasi dilakukan di lahan konvervasi, area konsesi dan Kawasan lain. BRG RI juga sudah membangun berbaga macam dalam jumlah besar infrastruktur pembasahan lahan, sekat kanal, sumur bor dan lai-lain. Melalui program Desa Peduli Gambut di 525 Desa dan Kelurahan yang didampingi khusus di Kalimantan Barat ada 90 Desa yang didampingi baik langsung oleh BRG RI ataupun Kerjasama dengan Ormas/LSM dan beberapa perusahaan.
Myrna menegaskan bahwa yang igin dicapai dari Desa Peduli Gambut bukan semata-mata mendukung kegiatan restorasi gambut, namun berharap pelaksanaan restorasi gambut yang ada di Desa tersebut, dapat mendukung upaya pemerintah Desa dan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan status ekonominya.
Sementara itu, Dr. Ir. Suwignya Utama, MBA., Kapokja Edukasi dan Sosialisasi BRG menyampaikan pendekatan yang dilakukan yakni dengan membangun kepedulian dan mendorong partisipasi masyarakat dalam restorasi gambut. Restorasi ini tidak bisa dilakukan secara parsial, tetapi memerlukan Kerjasama banyak pihak. “Yang kami lakukan adalah bagaimana mendorong kepedulian dan partisipasi masyarakat daam restorasi gambut”, ungkapnya.
Sampai dengan bulan Juli 2020, peran dan partisipasi masyarakat di Kalimantan Barat sudah 90 Guru yang dilatih dan pemberian alat peraga mengenai lahan gambut untuk proses pembelajaran. 76 Fasilitator Desa Peduli Gambut, 236 Petani Peduli Gambut dan 135 orang Paralegal. “Ke depan BRG RI berharap kepada Pemerintah Daerah untuk bisa menindaklanjuti upaya-upaya yang telah dilakukan melalui Sekolah Lapang Petani Gambut dengan 57 titi mini demplot”. Pangkasnya.
Narasumber lain adalah Denie Amiruddin, SH., MH., Dosen UM Pontianak mencoba mendefinisikan Paralegal adalah setiap orang yang sudah terlatih dan mempunyai pengetahuan dan keterampilan di bidang hukum yang membantu penyelesaian masalah hukum yang dihadapi oleh orang lain atau komunitasnya. Paralegal ini memiliki peran membantu penanganan hukum kepada masyarakat secara cuma-cuma (Pro-bono) yang bersifat non-litigasi (di luar hukum acara dalam persidangan). Sedangkan Peran dan Fungsinya adalah Edukasi (Melakukan Pelatihan dan Kampanye penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya peduli gambut), Sosialisasi (Melakukan sosialisasi terhadap peraturan perundangan dan informasi penting lainnya yang berkaitan dg gambut). Advokasi (Pendampingan kepada masyarakat yang berhadapan dg hukum, mediasi dan penanganan konflik),
Dr, Ir. Gatot Supangkat, MP., Sekretaris MLH PP Muhammadiyah dalam acara tersebut menegaskan bahwa Pendekatan Agama merupakan pilihan efektif karena berbasis pada kesadaran Teologis – Imanensial. Mengelola lingkungan adalah bagian dari ibadah dan memenuhi tugas dan fungsi sebagai khalifah (Al-Baqarah: 30). Oleh karena itu, “Sikap dan perilaku terhadap lingkungan sesungguhnya menunjukkan kualitas iman seseorang (memelihara lingkungan hidup merupakan bagian dari iman)”, tandasnya.
Lingkungan untuk kehidupan masa depan yang berkelanjutan sehingga diperlukan sikap rasa kepemilikan dan konsistensi (istiqomah) dalam pengelolaannya sedangkan Advokasi dengan semangat islah melalui pendampingan masyarakat dan musyawarah dengan stakeholder menjadi penting sehingga dibutuhkan Pengorganisasian dan Kerjasama yang erat dan sinergi yang kuat (ddp).