-
Pemanfaatan Lahan Pekarangan di Era Pandemi Covid-19
28 Des 2020 08:41:30 MOBILE_LEGEND Sleman—lingkunganmu.com—Refleksi Akhir Tahun 2020 diisi dengan acara Sosialisasi dengan tema "Pemanfaatan Lahan Pekarangan” untuk budidaya buah (pakel enak-manis, asam-manis, sawo lukumo, jeruk pecel dan pisang) & pangan yang terlupakan (suweg, uwi, bili, bolo, ganyong, garut & gadung) untuk meningkatkan gizi keluarga dan ketahanan pangan keluarga di masa pandemi covid-19. Kegiatan ini dilaksanakan oleh MLH PWM DIY, MLH PDM Sleman dan PCM Ngemplak pada Ahad (27 Desember 2020).
Kegiatan Sosialisasi dalam arti luas ini menunjukkan komitmen yang kuat dari Warga Muhammadiyah untuk menjalin hubungan yang erat dengan Alam Lingkungan sekitar rumah. Menurut Nurcholis, Wakil Ketua MLH PP Muhammadiyah menegaskan bahwa
“Kegiatan Sosialisasi sekaligus penanaman ini menjadi sesuatu yang sangat strategis untuk menyejukan bumi secara berkelanjutan. Menyejukkan bumi dengan menanam pohon sebagai penyerap CO2 adalah suatu keniscayaan. Namun, untuk menjaga keberlanjutan perlu ada faktor nilai keekonomian dari yang ditanam, sehingga dengan menanam tanaman yang bernilai ekonomi tinggi yang dapat melestarikan alam dari aspek lingkungan dan kesehatan, terlebih di era pandemic Covid-19”.
Suyanto, Ketua MLH PDM Sleman menambahkan bahwa “sebagian besar Warga dan Simpatisan Muhammadiyah Sleman ini memiliki Lahan Pekarangan yang cukup luas dan belum termanfaatkan dengan baik. Untuk itulah dalam kegiatan ini Warga dan Simpatisan Muhammadiyah mulai membudidayakan buah (pakel enak-manis, asam-manis, sawo lukumo, jeruk pecel dan pisang) dan membudidayakan tanaman pangan yang terlupakan seperti suweg, uwi, bili, bolo, ganyong, garut dan gadung di Lahan Pekarangan mereka”.
Pandemi Covid-19 yang telah melanda berbagai negara termasuk Indonesia ini berdampak terhadap berbagai sektor di Indonesia, salah satunya adalah sektor pertanian dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Berdasarkan infografis dari katadata.co.id ada beberapa bahan pangan di sejumlah daerah yang mengalami defisit. Hal ini disebabkan oleh terhambatnya pasokan impor lantaran kebijakan pembatasan sosial di sejumlah wilayah. Oleh karena itu, kegiatan seperti ini merupakan upaya nyata dengan mengoptimalisasi pekarangan dan lahan rumah tangga (ddp).
-
Gowes Susur Sungai di Akhir Tahun 2020
28 Des 2020 08:25:32 MOBILE_LEGEND Yogyakarta—lingkunganmu.com—Majelis Lingkungan Hidup PDM Kota Yogyakarta gelar “Gowes Susur Sungai” pada 27 Desember 2020. Acara di Ahad akhir tahun ini melibatkan unsur dari MLH PP Muhammadiyah, Pimpinan PDM Kota Yogyakarta, utusan dari PCM dan PRM se-Kota Yogyakarta.
Hery Setiawan, Ketua MLH PDM Kota Yogyakarta menegaskan bahwa dalam Al-Qur'an surat Al-Anbiya' ayat 107 Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai Rahmatan Lil ‘alamiin yaitu Rahmat untuk semua alam. Rahmat untuk pemeliharaan, kemanfaatan, kenyamanan dalam hubungannya dengan manuasia, tumbuhan, hewan, malaikat, jin.
Ayat ini memiliki beberapa makna, yaitu: Allah telah mengutus semua rasul sebagai rahmat dari-Nya kepada sekalian alam; Allah mengutus nabi Muhammad dan menjadikannya sebagai rahmat bagi seluruh alam; atau Allah mengutus nabi Muhammad sebagai rahmat dari-Nya bagi seluruh alam.
Makna alam di sini adalah jagat raya yang terdiri dari kumpulan makhluk hidup, baik alam manusia, alam malaikat, alam jin, alam hewan dan tumbuh-tumbuhan. Semua alam itu memperoleh rahmat–tanpa terkecuali–dengan kehadiran nabi terakhir, yakni nabi Muhammad SAW yang membawa ajaran Islam.
Dengan rahmat itu terpenuhilah hajat batin manusia untuk meraih ketenangan, ketentraman, serta pengakuan atas wujud, hak, bakat dan fitrahnya, sebagaimana terpenuhinya hajat keluarga kecil dan besar, menyangkut perlindungan, bimbingan dan pengawasan serta saling pengertian dan penghormatan.
Terkit dengan Gowes Susur Sungai ini dilatarbelakangi keberadaan sungai sebagai medium kesejahteraan eksistensi dan fungsinya kurang dipahami dan dimengerti dengan baik oleh manusia sehingga perilakunya terhadap sungai bahkan daerah aliran sungai (DAS) kurang tepat. Oleh karena itu, diperlukan upaya penyadaran masyarakat oleh berbagai pihak secara bersama-sama dan simultan menuju SUNGAI ASRI LESTARI-HIDUP NYAMAN LESTARI. Untuk itulah MLH PDM Kota Yogyakarta sebagai bagian dari masyarakat sudah sewajarnya ambil bagian dalam upaya tersebu, tandas Hery Setiawan.
Sementara itu, Gatot Supangkat, Sekretaris MLH PP Muhammadiyah menegaskan bahwa “ada 3 Kunci keharmonisan hidup, yakni hablumminallah, hambulmminannas, dan hablumminal alam. Seberapa jauh habluminal alam yang sudah kita jalin, seberapa kita bisa berbuat baik terhadap tumbuhan yakni dengan memperlakukan tumbuhan dengan sebagaimana mestinya mulai dari menanam tumbuhan secara berjarak, memelihara, memanen, mengemas, dan memasarkan. Kita harus berperilaku yang baik terhadap tumbuhan”.
Gowes Susur Sungai diharapkan menjadi acara rutin setiap akhir tahun sebagai sosialisasi, edukasi dan advokasi kepada masyarakat agar berperilaku yang baik dan bijak terhadap sungai (ddp).
-
Pemuda pun Terlibat Dalam Upaya Restorasi Gambut
08 Nov 2020 15:20:12 MOBILE_LEGEND Pekanbaru—lingkunganmu.com—Majelis Lingkungan Hidup PWM Riau bekerjasama dengan Badan Restorasi Gambut (BRG) RI selenggarakan Sosialisasi Tematik dengan tema “Pendidikan Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat Muhammadiyah Peduli Gambut” pada 7 Nopember 2020 dengan menampilkan Dr. Myrna A Safitri (Deputi 3 BRG RI), Dr. Ane Permatasari (MLH PP Muhammadiyah), Dr. Eviandri (Dosen UM Riau).
Dr. Myrna A Safitri, Deputi 3 BRG RI mengatakan bahwa “BRG telah melibatkan generasi muda dalam upaya restorasi gambut dengan merekrut mereka sebagai fasilitator Desa. Fasilitator Desa ini ditempatkan di lokasi restorasi atau Desa terdampak dan di beri kesempatan bekerja dengan warga”.
Lebih lanjut beliau menegaskan bahwa “BRG juga memiliki sejumlah program untuk mendukung aktivitas generasi muda diantaranya pelatihan pengembangan dan peningkatan nilai produk dari industry rumah tangga di sekitar gambut. Ekonomi kreatif berupa produk fashion yang dihasilkan dari pewarna alami di Kalimantan Selatan, serta mendukung para peneliti muda untuk menggelar riset”.
Fasilitator desa memiliki tanggung jawab memasukkan program-program restorasi di perencanaan desa atau Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Hal itu bertujuan agar masyarakat betul-betul memahami pentingnya restorasi.
Sementara itu, Dr. Ir. Suwignya Utama, MBA., menguraikan “sebagai ujung tombak dari kegiatan pendampingan masyarakat dalam Desa Peduli Gambut (DPG), tenaga fasilitator diharapkan dapat menjalankan peran dan fungsinya antara lain untuk: memfasilitasi perencanaan desa dan kawasan perdesaan dalam konteks restorasi gambut; memfasilitasi pelatihan-pelatihan terkait dengan restorasi gambut yang melibatkan warga desa/kelurahan; memfasilitasi proses penyusunan peraturan desa yang diperlukan untuk mendukung restorasi gambut; mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kapasitas warga desa dan potensi ekonomi desa dalam rangka restorasi gambut; membantu pemantauan pelaksanaan restorasi gambut; dan membantu memfasilitasi pelaksanaan Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (Padiatapa) dalam pelaksanaan restorasi gambut”.
Kepala Kelompok Kerja, Edukasi, dan Sosialisasi BRG melanjutkan bahwa “fasilitator desa merupakan perpanjangan tangan BRG di daerah. Mereka memiliki tugas memfasilitasi, meningkatkan kapasitas masyarakat, membuat perencanaan, mengawal program BRG RI, dan memetakan konflik di desa. Restorasi bukan hanya tugas BRG, melainkan juga tugas bersama. BRG memiliki masa kerja lima tahun, tetapi program restorasi harus bisa dilaksanakan seterusnya,” ujar Suwignya.
Dr. Ane Permatasari dari Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah mengawali paparan dengan menyitir ungkapan Ir. Soekarno “Berikan aku sepuluh pemuda, maka aku akan mengguncang dunia” dan ungkapan Hasan Al Banna “Di setiap kebangkitan pemudalah pilarnya, di setiap pemikiran pemudalah pengibar panji-panjinya.”
Populasi generasi muda di Indonesia mendominasi setiap di momen-momen perjuangan bangsa. Generasi muda memegang kendali setiap kemajuan negeri ini: 1928, 1945, 1998. Buktinya Ahmad Dahlan mendobrak tradisi Kauman dengan merubah kiblat pada usia 21 tahun, Soekarno mendirikan PNI di usia 26 tahun. Bagaimana dengan Mahasiswa?
Menurut Dosen UM Yogyakarta ini, “mahasiswa sebagai agen perubahan diharapkan mampu berperan besar dalam menjaga kelestarian alam di tengah ancaman kerusakan lingkungan yang semakin nyata. Mahasiswa harus kritis mencari dan memiliki data-data yang berhubungan dengan perkembangan kerusakan lingkungan, termasuk sejauh mana sikap pemerintah dalam menanggulanginya. Langkah yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut akan bermanfaat untuk pemerintah dalam menentukan arah kebijakan khususnya masalah lingkungan” katanya.
Bagaimana caranya? Banyak hal yang bisa dilakukan mahasiswa, melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik, Riset-riset, Program Pengabdian Masyarakat, Menganalisis dengan kritis terhadap regulasi yang ada seperti Omnibuslaw, dan lain-lain.
Di Riau sepanjang tahun 2019 terdapat sebanyak 74 kasus terdiri dari 72 kasus perorangan dan 2 korporasi (perusahaan). Jumlah pelaku yang ditetapkan tersangka sebanyak 81 orang. Tersangka terdiri dari 77 perorangan dan 4 orang dari perusahaan. Untuk luas hutan dan lahan yang dibakar sekitar 1.687,342 hektar.
Sehingga dibutuhkan paralegal. Paralegal ini bukan pengacara, bahkan bukan sarjana hukum, namun mereka memiliki kemampuan memberi konsultasi hukum dan mediasi kepada masyarakat yang menghadapi konflik antar warga, antar desa, antar masyarakat dan pemegang konsesi dan instansi pemerintah. Mereka adalah para legal di desa-desa di lahan gambut” tandas Dr. Eviandri (Dosen UM Riau).
Webinar ini dihadiri oleh 100 peserta yang berasal dari sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Riau, PWM/PDM/PCM se-Provinsi Riau (ddp).
-
Indonesia, Negara DEngan Lahan Gambut Terbesar di Dunia
06 Nov 2020 09:09:02 MOBILE_LEGEND Pontianak—lingkuganmu.com—Badan Restorasi Gambut Republik Indonesia bermitra dengan Muhammadiyah menggelar “Sosialisasi Program Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat Muhammadiyah Peduli Gambut” pada 16 Oktober 2020 via Zoom Meeting.
Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG, Dr. Myrna A. Safitri dalam sambutannya mengatakan dari sisi luasan, belum ada negara mana pun yang menandingi lahan gambut Indonesia. Berdasarkan data Wetland Internasional (2008) bahwa luas lahan gambut global adalah 381,4 juta hektar yang terbesar dikawasan Eropa dan Rusia (44,08 %), Amerika (40,50 %), Afrika (3,41%) Indonesia (6,95%) Asia lainnya (2,74%), Australia dan Pasifik (1,91%) dan Antartika (0,41%). Sedangkan berdasarkan negara urutan terbesar adalah Rusia (137,5 juta Ha), Kanada (113,4 juta Ha), USA (22,4 juta Ha), dan Indonesia (18,5 juta Ha). Dengan demikian Indonesia bukan pemilik lahan gambut terbesar dunia namun termasuk dalam empat besar negara yang memiliki lahan gambut terluas.
Hal menarik lainnya bahwa restorasi lahan gambut yang ada di Indonesia tidak berada di ruang kosong. Ada jutaan orang yang hidup di lahan gambut dengan berbagai aktivitas yang dilakukan. Target restorasi dilakukan di lahan konvervasi, area konsesi dan Kawasan lain. BRG RI juga sudah membangun berbaga macam dalam jumlah besar infrastruktur pembasahan lahan, sekat kanal, sumur bor dan lai-lain. Melalui program Desa Peduli Gambut di 525 Desa dan Kelurahan yang didampingi khusus di Kalimantan Barat ada 90 Desa yang didampingi baik langsung oleh BRG RI ataupun Kerjasama dengan Ormas/LSM dan beberapa perusahaan.
Myrna menegaskan bahwa yang igin dicapai dari Desa Peduli Gambut bukan semata-mata mendukung kegiatan restorasi gambut, namun berharap pelaksanaan restorasi gambut yang ada di Desa tersebut, dapat mendukung upaya pemerintah Desa dan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan status ekonominya.
Sementara itu, Dr. Ir. Suwignya Utama, MBA., Kapokja Edukasi dan Sosialisasi BRG menyampaikan pendekatan yang dilakukan yakni dengan membangun kepedulian dan mendorong partisipasi masyarakat dalam restorasi gambut. Restorasi ini tidak bisa dilakukan secara parsial, tetapi memerlukan Kerjasama banyak pihak. “Yang kami lakukan adalah bagaimana mendorong kepedulian dan partisipasi masyarakat daam restorasi gambut”, ungkapnya.
Sampai dengan bulan Juli 2020, peran dan partisipasi masyarakat di Kalimantan Barat sudah 90 Guru yang dilatih dan pemberian alat peraga mengenai lahan gambut untuk proses pembelajaran. 76 Fasilitator Desa Peduli Gambut, 236 Petani Peduli Gambut dan 135 orang Paralegal. “Ke depan BRG RI berharap kepada Pemerintah Daerah untuk bisa menindaklanjuti upaya-upaya yang telah dilakukan melalui Sekolah Lapang Petani Gambut dengan 57 titi mini demplot”. Pangkasnya.
Narasumber lain adalah Denie Amiruddin, SH., MH., Dosen UM Pontianak mencoba mendefinisikan Paralegal adalah setiap orang yang sudah terlatih dan mempunyai pengetahuan dan keterampilan di bidang hukum yang membantu penyelesaian masalah hukum yang dihadapi oleh orang lain atau komunitasnya. Paralegal ini memiliki peran membantu penanganan hukum kepada masyarakat secara cuma-cuma (Pro-bono) yang bersifat non-litigasi (di luar hukum acara dalam persidangan). Sedangkan Peran dan Fungsinya adalah Edukasi (Melakukan Pelatihan dan Kampanye penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya peduli gambut), Sosialisasi (Melakukan sosialisasi terhadap peraturan perundangan dan informasi penting lainnya yang berkaitan dg gambut). Advokasi (Pendampingan kepada masyarakat yang berhadapan dg hukum, mediasi dan penanganan konflik),
Dr, Ir. Gatot Supangkat, MP., Sekretaris MLH PP Muhammadiyah dalam acara tersebut menegaskan bahwa Pendekatan Agama merupakan pilihan efektif karena berbasis pada kesadaran Teologis – Imanensial. Mengelola lingkungan adalah bagian dari ibadah dan memenuhi tugas dan fungsi sebagai khalifah (Al-Baqarah: 30). Oleh karena itu, “Sikap dan perilaku terhadap lingkungan sesungguhnya menunjukkan kualitas iman seseorang (memelihara lingkungan hidup merupakan bagian dari iman)”, tandasnya.
Lingkungan untuk kehidupan masa depan yang berkelanjutan sehingga diperlukan sikap rasa kepemilikan dan konsistensi (istiqomah) dalam pengelolaannya sedangkan Advokasi dengan semangat islah melalui pendampingan masyarakat dan musyawarah dengan stakeholder menjadi penting sehingga dibutuhkan Pengorganisasian dan Kerjasama yang erat dan sinergi yang kuat (ddp).
-
Peran Paralegal Masyarakat Dalam Restorasi Gambut
06 Nov 2020 09:06:53 MOBILE_LEGEND Palembang—lingkunganmu.com—Dalam acara yang bertema “Sosialisasi Tematik Pengelolaan Lahan Gambut di Sumatera Selatan”, yang digelar Badan Restorasi Gambut RI bekerjasama dengan Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah dan Universitas Muhammadiyah Palembang pada Selasa, 27/10/2020 secara virtual. Ada hal yang menarik bahwa sesungguhnya paralegal dibutuhkan oleh masyarakat untuk mendukung bantuan hukum baik litigasi dan non litigasi.
Menurut Dr. H. Suharyono M. Hadiwiyono, SH. MH., Dosen Magister Hukum PPS UM Palembang mengawali paparannya dengan mendefinisikan Paralegal, walau dalam hukum positif belum ada pengaturan mengenai definisi paralegal. Paralegal adalah seseorang yang secara khusus membantu masyarakat (kaum miskin) dan marjinal, yang karena keterampilan khusus dan memiliki pengetahuan hukum (dasar) serta mampu memberikan pelayanan,Pendidikan hukum, dan bimbingan kepada masyarakat. Paralegal juga lazim diartikan sebagai seseorang yang bukan advokat, namun memiliki pengetahuan di bidang hukum baik hukum materiil maupun hukum acara dengan pengawasan advok atau organisasi bantuan hukum yang berperan membantu masyarakat pencari keadilan. “Paralegal ini bisa bekerja sendiri di dalam komunitasnya atau bekerja untuk organisasi bantuan hukum atau firma hukum”, ungkapnya.
Sedangkan urgensi pembentukan paralegal di Desa-Desa sekitar lahan gambut adalah bahwa masyarakat banyak mengalami masalah hukum, termasuk sangkaan pembakaran lahan gambut. Minimnya pengetahuan hukum masyarakat di sekitar lahan gambut. Terbatasnya jumlah PBH dan pendamping hukum untuk masyarakat, konflik sebagai salah satu pemicu kebakaran lahan. Masih adanya budaya tanam dengan cara membakar di masyarakat.
Tujuan Pembentukan Paralegal Masyarakat Gambut adalah meningkatkan pendidikan dan penyadaran hukum kpd masy di Desa Peduli Gambut, memberikan Pemahaman dan wawasan resolusi konflik SDA terkait giat Restorasi dan Pemanfaatan Gambut, mengembangkan partisipasi dan kapasitas masy gambut dlm peberdayaan dan penyelesaian masalah hukum
Badan Restorasi Gambut sudah mendampingi pembentukan paralegal di Desa-desa Gambut sejak tahun 2017. Banyak pembelajaran yang dapat ditarik dari kegiatan ini, karena jaminan akses hukum bagi masyarakat marjinal adalah salah satu butir penting yang disebut dalam SDGs (Sustainable Development Goals) yang dicanangkan oleh PBB. Tersebab dari 16 target SDGs, bahwa akses keadilan disebut secara jelas pada butir 16.3 tentang akses yang sama terhadap keadilan bagi semua.
Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan (ESPK) BRG RI, Myrna A. Safitri dalam sambutannya menegaskan bahwa inovasi membuka lahan tanpa bakar yang diimplementasikan BRG telah didiskusikan dengan ahli dari perguruan tinggi. "Ini bagian dari kearifan lokal baru yang dibangun oleh masyarakat untuk merespons perubahan ekosistem gambut yang ada dan kebijakan penegakan hukum".
Myrna mengatakan tujuan paralegal ini untuk memberikan bantuan hukum nonlitigasi dan edukasi hukum kepada masyarakat. Hingga 2019 sudah ada 759 paralegal di tujuh provinsi yang menjadi fokus restorasi BRG. "Hampir tiga tahun terakhir 152 kasus hukum yang didampingi paralegal. Kasus sebagian besar terkait lingkungan dan pertanahan," katanya.
Bentuk kegiatan Fasilitasi Pendidikan dan Pelatihan Paralegal Masyarakat Gambut (Di 7 Propinsi) yang telah dilakukan BRG adalah memberikan pemahaman tentang peran dan kedudukaan paralegal dalam kegiatan Restorasi Gambut. Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang hukum dan prosedurnya. Memberikan keterampilan dalam melakukan pemetaan konflik dan resolusi konflik SDA
Acara ini diikuti 150 peserta dan dibuka oleh Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan (ESPK) BRG RI, Dr. Myrna A Safitri dan Sambutan Iftitah oleh Prof. Dr. Syafiq Mughni, Ketua PP Muhammadiyah dengan narasumber Dr. Ir. Suwignya Utama, MBA (BRG RI), Dr. Suharyono M Hadiwiyono, SH., MH. (Dosen UM Palembang) dan Ir. Hidayat Tri Sutardjo, MM. (MLH PP Muhammadiyah). (ddp)
-
Kembangkan Terus Metode Pengolahan Pertanian Tanpa Bakar
06 Nov 2020 08:23:58 MOBILE_LEGEND Jambi—lingkunganmu.com—Universitas Muhammadiyah Jambi menggelar webinar dengan mengambil tema “Sosialisasi Program Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat Muhammadiyah Peduli Gambut” pada Sabtu, 2 Oktober 2020 dengan narasumber Dr. Ir. Suwignya Utama, MBA (BRG RI), Eko Priyo Purnomo, Ph.D. (MLH PP Muhammadiyah), dan Ika Dwimaya Rosa, SH., MH (Dosen UM Jambi).
Myrna A. Safitri, Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG RI dalam sambutannya menyatakan bahwa "BRG RI telah mengintroduksi sebuah pertanian tanpa bakar. Jadi kegiatan-kegiatan pemanfaatan lahan pertanian dengan teknologi tanpa bakar telah disampaikan kepada masyarakat yang biasa bertani".
Metode pengolahan pertanian tanpa bakar ini sangat ramah lingkungan karena mempertahankan bahan organik tanah dan sejumlah hara tanah serta mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Selain itu, mekanisasi dan dekomposer, turut juga mempertahankan keanekaragaman hayati, menghindari masalah hukum yang merugikan dan akan membantu mengurangi polusi udara akibat kebakaran, kabut asap (haze) yang mengganggu kesehatan, transportasi dan berbagai aktivitas ekonomi.
Sementara itu, Kepala Kelompok Kerja bidang Edukasi dan Sosialisasi BRG RI, menyebutkan bahwa metode pengelolaan lahan tanpa bakar menjadi solusi kerusakan lahan gambut. "Salah satu yang penting dan harus dilakukan yaitu perilaku dalam mengelola gambut ini dengan cara yang baik dan ramah lingkungan," kata Dr. Ir. Suwignya Utama, MBA.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa “Pengolahan Lahan Tanpa Bakar dibuat dengan basis dari desa-desa di sekitar wilayah restorasi gambut. Saat ini, terdapat 256 Desa Peduli Gambut (DPG) yang dibuat BRG maupun bekerja sama dengan lembaga donor. Kegiatan Sekolah Lapang Petani Gambut adalah salah satu program untuk menjawab persoalan petani. Sebab, sebagian petani tergantung pada lahan, mau tidak mau memanfaatkan lahan untuk hidup. Larangan membakar diberikan karena sangat berbahaya. Sulit memadamkan api. Untuk itu petani gambut belajar mengelola dengan ramah lingungan dan menggunkan pupuk alami," tandas Suwignya.
Lahan gambut merupakan suatu ekosistem yang memiliki kekayaan vegetasi dan penyimpan karbon sebesar 3,5 persen yang terdapat di muka bumi. Luas lahan rawa gambut di Indonesia adalah sekitar 20,6 juta hektar dan sebagian besar terdapat di empat pulau besar, yaitu Sumatera 35 persen, Kalimantan 32 persen, Sulawesi 3 persen dan Papua 30 persen. Saat ini kondisi lahan gambut di Indonesia mengalami penurunan yang sangat cepat yaitu selama kurun waktu 10 tahun jumlah total lahan gambut Indonesia yang terdegradasi adalah sebesar 2,2 juta hektar.
Salah satu penyebab kerusakan lahan gambut tersebut adalah kebakaran lahan dan berdampak pada kerugian lingkungan dan ekonomi yang besar. Bahkan, juga berdampak pada hilangnya biodiversitas ekosistem gambut dan meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK) .
Pengelolaan lahan gambut tanpa bakar sebagai salah satu opsi untuk mendukung revegetasi dan pertanian di lahan gambut. Hal ini sebagai upaya untuk menjaga ekosistem gambut sebagai penyangga kehidupan dan pengelolaan ekosistem gambut secara berkelanjutan.
Untuk mendorong pengelolaan lahan gambut tanpa bakar ini menurutnya diperlukan peningkatan sosialisasi pengelolaan lahan gambut yang ramah lingkungan dan produktif agar masyarakat luas dapat memahami pentingnya menjaga kelestarian lahan gambut untuk kesehatan lingkungan di masa mendatang.
Perlu dibangun partisipasi masyarakat dalam restorasi gambut dan memberikan solusi pemanfaatan gambut yang ramah lingkungan melalui pengembangan pengetahuan dan inovasi local. Beberapa petani masih menggunakan praktik pembakaran dalam penyiapan lahannya. Oleh karena itu, meningkatkan edukasi dan kesadaran para petani dalam mengelola lahan gambut secara bijak dan ramah lingkungan perlu dilakukan. Disamping itu, kegiatan inovatif penyiapan lahan tanpa bakar dan penggunaan pupuk organik diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan gambut baik dalam bentuk agroforestry maupun aktivitas budidaya pertanian di lahan gambut.
Eko Priyo Purnomo, Ph.D., mengawali paparannya dengan menguraikan tentang Pandangan al-Qur’an terhadap Alam dan Hubungannya dengan Manusia.
“Firman Allah dalam al-Qur’an lebih banyak ditujukan kepada manusia dan tingkah lakunya dan bukan ditujukan kepada Tuhan. Sudah sejak 14 abad yang lalu, al-Qur’an berbicara mengenai “daur ulang” lingkungan hidup yang sehat lewat angin, gumpalan awan, air, hewan, tumbuh-tumbuhan, proses penyerbukan bunga, dan buah-buahan yang saling terkait dalam satu kesatuan ekosistem (lihat QS. al-Baqarah: 22,164, ar-Rum: 48, al-Mu’minun: 18 dan al-Hijr: 22). Al-Qur’an juga menegaskan bahwa Tuhan tidak menciptakan segala sesuatu tidak sia-sia (QS. Ali Imran: 191) dan melarang manusia untuk berbuat kerusakan di bumi (QS. al-A’raf: 56 dan 85)”.
Sementara itu, perbuatan-perbuatan yang dilarang manusia dalam Al-Quran adalah:
“Merusak alam yang telah Allah ciptakan dan pelihara bagi kepentingan manusia (QS Al-A’raf:56, 74 dan QS Al-Baqarah:60). Berbuat kecurangan (QS Hud:85 dan QS Asy-Syura:181-183). Pemanfaatan yang tidak seimbang, berlebihan (QS Al-Isra’:25-26 QS Al-An’am:141, QS Al-A’raf:31, QS Ar-Rahman:7-9 dan QS Al-Furqon:67). Mengurangi/mengubah ciptaan Allah di bumi (QS An-Nisa:118-119). Memperkuat dorongan hawa nafsu yang menyuruh untuk melanggar hak orang lain, hidup berlebihan, bermewah-mewahan, boros dan sebagainya (QS Muhammad:22, QS Al-An’am:123, QS Al-Isra’:16)”.
“Berkaitan dengan restorasi gambut kita dapat melihat seringkali praktik pemanfaatan lahan gambut dilakukan dengan tidak benar dan tidak bijak. Contohnya dalam pembukaan hutan di lahan gambut dilakukan dengan pembakaran.
Perilaku seperti ini tidaklah dibenarkan secara lingkungan, hukum dan agama. Oleh karena itu, BRG telah memberikan solusi yang tepat yakni Pembukaan Lahan Tanpa Bakar” ujar Dosen UM Yogyakarta.Ika Dwimaya Roza, SH., MH., dalam paparannya menjelaskan tentang bahwa “BRG sebagai inisiator membangun komunitas paralegal peduli gambut berbasis komunitas (misal: keluarga sadar hukum) dapat mengoptimalkan peran Masyarakat Peduli Api (MPA) yang merupakan upaya penting dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah-wilayah rawan karhutla. MPA ini dilakukan dengan konsep kesadaran hukum masyarakat yaitu didukung dan supervisi lapangan sehari-hari oleh Kepala Desa, Babinkamtibmas, Babinsa bersama-sama dengan tokoh masyarakat dan para pelaku lapangan bersama menjaga alam untuk tidak terjadi karhutla. Jadi masyarakat memiliki dan beraktualisasi dengan kesadaran hukum serta menggunakan hak dan kewajibannya dalam mengelola sumber daya alam, pada konteks ini jangan sampai terjadi kebakaran”, kata Dosen UM Jambi ini
Acara webinar ini dihadiri 150 peserta yang terdiri atas Dosen dan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jambi, Ketua PWM/PDM/PRM se Propinsi Jambi dan Petani Gambut serta Masyarakat umum (ddp).
-
Restorasi Gambut Harus Melibatkan Semua Pihak
06 Nov 2020 08:21:39 MOBILE_LEGEND Banjarmasin—lingkunganmu.com—Majelis Lingkungan Hidup PWM Kalimantan Selatan bermitra dengan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin (UMB) dan Badan Restorasi Gambut (BRG) RI gelar “Sosialisasi Program Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat Muhammadiyah Peduli Gambut di Kalimantan Selatan” pada Selasa, 3 Nopember 2020 dengan menampilkan Dr. Myrna A Safitri (BRG), Prof. Ir. Muhjidin Mawardi, M. Eng., Ph.D (MLH PPM), Dr. Ir. Suwignya Utama, MBA (BRG), Dr. Afiah Hayati, SP., MP. (MLH PWM Kalsel), Adriani Yunizar, MA (UMB) dan Moderator Elman Nafidzi, SEI., ME.
Indonesia mempunyai Gambut Tropika Basah yang merupakan makhluk ciptaan Allah yang berada di darat dengan lingkungan berair sebagai hasil peninggalan proses pada masa dulu (purba). Adanya topografi cekungan dengan lingkungan rawa yang ditumbuhi tumbuhan atau hutan alami maka sisa tumbuhan yang jatuh di permukaan rawa tersebut mengalami akumulasi dan berkembang menjadi gambut.
“Sekitar 2,67 juta Ha dari 14,9 juta Ha lahan gambut di Indonesia merupakan lahan terdegradasi yang ditumbuhi semak belukar atau lahan terbuka dan lahan bekas tambang. Lahan tersebut selain tidak produktif juga merupakan sumber emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Untuk itu, perlu direhabilitasi menjadi lahan yang bernilai ekonomi tanpa meningkatkan masalah lingkungan, terutama emisi GRK”, ujar Zulfa Asma Vikra, Ketua MLH PWM Kalsel dalam sambutannya.
Manurut Dr. Ir. Suwignya Utama, MBA., menegaskan bahwa “dalam restorasi gambut, pertama, tidak dapat dilakukan secara parsial, namun harus dilaksanakan secara holistic berdasarkan satu kesatuan hidrologi gambut (KHG). Kedua, restorasi gambut harus melibatkan semua para pihak (pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemegang konsesi, PT, LSM, NGO, perguruan tinggi, dan partisipasi). Ketiga, restorasi gambut tidak dapat dilakukan secara instan akan tetapi memerlukan waktu yang lama dan biaya yang sangat besar”.
Lebih lanjut Kapokja Edukasi dan Sosialisasi BRG RI ini menjelaskan “Lahan gambut yang masih utuh (intact) agar tetap dijaga, dipertahankan, dilindungi, dan dapat dimanfaatkan sesuai peruntukannya dengan kaidah restorasi, sedangkan lahan gambut yang rusak direstorasi dengan pembasahan kembali untuk mempertahankan tinggi muka air gambut”, tandasnya.
Dr. Afiah Hayati, SP. MP., Sekretaris MLH PWM Kalsel menguraikan tentang proses pembentukan gambut yang dimulai dari adanya danau dangkal yang secara perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang mati, kemudian melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dengan subtratum berupa tanah mineral. Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan membentuk lapisan lapisan gambut dengan bantuan cahaya matahari akan tumbuh besar.
Sedangkan fungsi gambut di Indonesia adalah sebagai daerah tangkapan air, sumber utama karbon, hutan gambut menghasilkan produk-produk forestry, dan direklamasi sebagai daerah pertanian. Terdapat beberapa kendala pemanfaatan gambut menjadi lahan pertanian, seperti ketebalan gambut, kemasaman tinggi, kesuburan rendah, Sub stratum sub soil, lapisan pirit.
Hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan lahan gambut untuk pertanian yang berkelanjutan. Pertama, mempertahankan nilai ekonomis dari system pertanian. Kedua, mempertahankan sumberdaya pertanian gambut dan Ketiga, mempertahankan ekosistem lain yang dipengaruhi oleh kegiatan pertanian di lahan gambut.
Narasumber terakhir adalah Adriani Yunizar, MA menguraikan bahwa “Agama Islam merupakan sumber nilai terhadap lingkungan yang berisi pelestarian alam untuk kemanfaatan (Q.S. Al-’Araf: 58) dan Pencegahan kerusakan alam (madarat) (Al-Baqarah: 205). Islam dan pelestarian lingkungan menjadi kesatuan yang tak terpisahkan, untuk kemanfaatan hidup manusia, sementara merusak alam, akan berdampak kerusakan baik di laut maupun di darat. Islam mengatur manusia agar berperilaku terhadap lingkungannya sehingga mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia itu sendiri serta makhluk lainnya”, tandas Wakil Rektor UMB.
Manusia mempunyai peran yang ideal yang harus dijalankan, yakni memakmurkan bumi, mendiami dan memelihara serta mengembangkannya demi keselamatan hidup mereka sendiri, bukan mengadakan pengrusakan di dalamnya. Sebagai khalifah (wakil) di muka bumi, manusia bertugas mengurus bumi dengan seluruh isinya, dan memakmurkannya sebagai amanah dari Allah. Konsekuensi kekhalifahan manusia di muka bumi adalah membangun, mengelola dan memakmurkan bumi ini dengan sebaik-baiknya. Manusia berkewajiban membudidayakan alam semesta ini guna menyiapkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera (ddp).
-
Kerusakan Lahan Gambut di Provinsi Papua
06 Nov 2020 08:19:06 MOBILE_LEGEND Merauke--lingkunganmu.com--Pulau Papua memiliki gambut yang tersebar hampir di 37 kabupaten di Papua dan Papua Barat. Berdasarkan data Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian (BBLSDLP) Kementerian Pertanian, luas gambut di Pulau Papua mencapai 3.681.673 hektar dengan 2.658.184 hektar berada di Provinsi Papua dan 1.023.489 hektar di Provinsi Papua Barat.
Lahan gambut di Provinsi Papua banyak ditemukan di Mappi (479.848 hektar), Membramo Raya (384.496 hektar), Asmat (378.415 hektar), Mimika (268.207 hektar), Sarmi (203.909 hektar), Boven Digoel (179.523 hektar), dan Tolikara (168.233 hektar). Sedangkan lahan gambut di Papua Barat berada di Teluk Bintuni (445.659 hektar), Sorong Selatan (287.905 hektar), Sorong (126.201 hektar), dan Kaimana (107.436 hektar).
Menurut Dudi Mulyadi, Dosen Universitas Muhammadiyah Papua dengan merujuk data posisi jaringan pantau gambut Papua menegaskan bahwa “hingga saat ini 80.000 hektar lahan gambut telah rusak akibat izin-izin usaha perkebunan, pertambangan, dan aktivitas di dalam wilayah hutan yang diterbitkan di dalam kawasan gambut. Dari penelitian jerat Papua Terdapat 155 perusahaan di Provinsi Papua yang telah membuat kaveling di area seluas 25.527.497 hektar atau lebih dari setengah luas daerah”, tandasnya dalam acara “Sosialisasi Tentang Restorasi Gambut di Provinsi Papua”, Rabu (4/11/2020).
Dengan melihat data-data tersebut, upaya-upaya pemulihan dan perlindungan lahan gambut di Papua perlu lebih mendapat perhatian. Upaya-upaya yang dapat dilakukan menurut Dudi Mulyadi, pertama perlunya Diseminasi Informasi terkait Pengelolaan Restorasi Gambut pada Lingkungan Pemerintah, Lingkungan Swasta, Lingkungan Pendidikan, dan Lingkungan Masyarakat yang berkesinambungan. Baik secara tatap muka, media luar ruang, media elektronik, ataupun secara virtual. Kedua, Perlunya advokasi kepada para pemangku kebijakan di daerah sehingga melahirkan regulasi (Perda, Pergub, dll) guna Pemberdayaan seluruh Komponen Masyarakat dalam melestarikan Ekosistem Gambut. Dan terakhir perlunya Sinergitas Seluruh Komponen Masyarakat (Stake Holder) dalam program Pengelolaan Gambut Di Provinsi Papua.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Suwignya Utama, MBA, Ketua Pokja Sosialisasi dan Edukasi BRG Republik Indonesia menyatakan bahwa “Situasi masalah kerusakan gambut sangat trade off, kompleks dan penuh ketidakpastian. Untuk itu, perlu pendekatan adaptif yang lentur, trial and error, inovasi tiada henti sampai menemukan system yang ajeg. Secara rinci pendekatan ini dibagi menjadi dua, yakni pendekatan quick response (untuk mengadaptasi kebutuhan penyesuaian akibat situasi komplek dan tidak pasti) dan pendekatan sistematis-komprehensif (sistem pemulihan lebih ajeg, menyeluruh dan sistematis yang terintegrasi dalam perencanaan pembangunan/pengelolaan sektor terkait dan pemangku di lahan gambut)”.
Lebih lanjut, Suwognya menjelaskan upaya-upaya nyata yang telah dilakukan BRG hingga saat ini antara lain dengan Pembasahan Kembali Gambut (sekat kanal, penimbunan kanal, sumur bor, cekungan cadangan air), Penanaman Kembali (persemaian, pembibitan, penanaman, suksesi alam) dan Revitalisasi Mata Pencaharian Masyarakat (land based budidaya –hortikultura dan peternakan--, water based –perikanan--, environmental services based ekonomi).
Sementara itu, Ustadz Subhan Hafid Massa, Lc menyatakan bahwa “Islam sebagai agama yang tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesama makhluk (termasuk lingkungan hidupnya). Sebenarnya telah memiliki landasan normatif baik secara implisit maupun ekplisit tentang pengelolaan lingkungan ini, antara lain Melestarikan Lingkungan Hidup Merupakan Manifestasi Keimanan, Merusak Lingkungan adalah Sifat Orang Munafik dan Pelaku Kejahatan, Alam semesta merupakan anugerah Allah untuk manusia, Manusia adalah khalifah untuk menjaga kemakmuran lingkungan hidup, dan Kerusakan yang terjadi di muka bumi oleh karena ulah tangan manusia”.
Dalam akhir paparannya Ustadz Subhan menegaskan bahwa “tentunya, masih banyak ayat dan hadits lain yang kesemuanya memuat pesan akan pentingnya kesadaran untuk menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Sebagai ahli waris tugas-tugas para Nabi (waratsatu al-anbiya) pembawa risalah Ilahiyah dan pelanjut misi yang diemban Rasulullah Muhammad SAW, ulama terpanggil bersama-sama zuama dan cendekiawan muslim untuk melakukan ikhtiar-ikhtiar kebajikan dalam membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur)”.
Dalam perspektif Islam, perilaku yang membuat kerusakan lingkungan itu adalah perilaku yang membawa dosa. Perbuatan dosa adalah perbuatan yang akan memperoleh siksa. Simboliknya adalah agar manusia membunuh naluri-naluri yang jahat, rakus, dan isrof, di dalam kehidupan yang menyebabkan lingkungan menjadi rusak.
Paradoks perilaku seperti itu banyak terjadi sekarang ini. Atas nama membangun, tetapi sebenarnya merusak. Membangun hutan, tetapi merusak hutan. Memanfaatkan laut, tetapi merusak laut. Memulihkan lahan gambut tetapi malah membakar, Dan segala hal yang paradoks itu dilakukan oleh kekuatan yang tidak bisa dicegah. Untuk itu, perlu dibangun kesadaran kolektif, dalam kontek bangsa bahkan dunia. Bagaimana menyelamatkan lingkungan, membangun lingkungan, menggali sumber alam, tetapi jangan sampai merusaknya (ddp).
-
MLH PDM Yogyakarta Gelar Lomba Essai Peduli Lingkungan
06 Okt 2020 09:37:50 MOBILE_LEGEND Yogyakarta—lingkunganmu.com--Dalam rangka memperingati Hari Sungai Nasional, Hari Konservasi Alam Nasional dan Kemerdekaan RI ke 75, Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PDM Kota Yogyakarta menggelar Lomba Essai Peduli Lingkungan, dengan mengambil tema “Menumbuhkan Progresivitas Peduli Lingkungan di Era Pandemi Covid-19”. Kegiatan Lomba Essai Peduli Lingkungan dilaksanakan selama bulan Agustus 2020.
Menurut Hery Setiawan, Ketua MLH PDM Kota Yogyakarta menegaskan bahwa “Kondisi lingkungan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Salah satu sebabnya adalah lemahnya keberpihakan terhadap upaya pelestarian lingkungan. Setiap hari tanpa bencana itulah ungkapan yang saat ini berkembang di masyarakat. Hampir tiap hari kita terima kabar tentang bencana melalui media baik media cetak maupun media elektronik.”
Lebih lanjut, Hery mengatakan “Untuk itulah, MLH PDM Kota Yogyakarta menggelar Lomba Essai Peduli Lingkungan sebagai upaya mengembangkan Gerakan Sadar Lingkungan di Era Pandemi Covid-19 ini. Gerakan yang bersifat Konsepsual dan Literasi ini diikuti 16 peserta yang berasal dari Yogyakarta, Madura, Sulawesi dan Papua Barat”, ujar Dosen UAD Yogyakarta dalam penyerahan hadiah juara pada 3 Oktober 2020.
Sementara itu, Dr. Ir. Gatot Supangkat, MP, salah satu Juri Lomba ini menyambut baik pelaksanaan Lomba Essai Peduli Lingkungan ini yang bertujuan untuk menumbuhkan budaya literasi di bidang lingkungan hidup, memberi ruang kreatifitas bagi pelajar/mahasiswa dan masyarakat umum, memperkaya konsep dan gagasan dalam kepedulian lingkungan dan menambah pengetahuan serta wawasan masyarakat terkait lingkungan hidup.
Kriteria penilaiannya adalah peserta lomba merupakan WNI, peserta mengikuti lomba secara individu, peserta hanya diperbolehkan untuk mengirimkan maksimal 2 naskah essay yang berbeda, merupakan karya orisinal yang belum pernah diikutsertakan pada perlombaan apapun dan belum pernah dipublikasikan, peserta hanya dapat menjadi juara dari satu judul essai yang dikirimkan dan segala bentuk kecurangan dan plagiarisme akan dikenakan pengurangan nilai, diskualifikasi serta pembatalan juara.
Sebagai juara untuk Kategori PELAJAR/MAHASISWA Juara 1 Cristoffer Veron Purnomo, Juara 2 Ira Resky Ikhtianah, Juara 3 Muhammad Reski, Juara Harapan 1 Hening Nugroho dan Juara Harapan 2 Nabila Adzarifah sedangkan untuk Kategori UMUM Juara 1 Rahmat Hidayat, Juara 2 Irham Wibowo, Juara 3 Suwardono, Juara Harapan 1 Eko Harianto dan Juara Harapan 2 Heru Sudjanto (ddp).
-
MLH PWM Kaltim Kembangkan Eco-Office
26 Sept 2020 11:16:04 MOBILE_LEGEND Samarinda—lingkunganmu.com—MLH PWM Kalimantan Timur mulai kembangkan eco-office, diawali dengan menyelenggarakan webinar dengan menggaet Untag 1945 Samarinda dengan mengambil tema “Eco-Office Dalam Rangka Mewujudkan Perkantoran dan Sekolah/Kampus, AUM yang Ramah Lingkungan” pada Jum’at malam (25/9/2020).
Menurut Dr. Ir. Darhamsyah, M.Si, Sekretaris MLH PWM Sulawesi Selatan, dalam paparannya menjelaskan tentang perubahan mindset (pola pikir) dan komitmen dalam melakukan pencegahan pencemaran dan pelestarian lingkungan, dalam kaitannya dengan eco office. Terdapat 6 (enam) aspek yang harus lakukan.
Pertama, tata guna lahan yang tepat, yaitu bagaimana menata lahan yang ada di lingkungan kantor agar tersedia ruang-ruang hijau, ada tempat bermain, penataan lahan parkir yang memadai dan ramah lingkungan, pembangunan recycle center dan sebagainya.
Kedua, efisiensi dan konservasi energi, berupa penerapan kantor yang hemat energi. Pengunaan AC diatur sedemikian rupa agar tidak terlalu dingin dan di sebagian besar ruangan tidak menggunakan AC tetapi sirkulasi udara terbuka.
Ketiga, konservasi air, di mana dipraktikan konsep rain water harvesting atau pemanenan air hujan. Air hujan ditampung dan disaring untuk penggunaan toilet, wudhu dan untuk pertanian hidroponik.
Keempat, sirkulasi material, di mana semua peralatan yang digunakan di kantor harus berasal dari bahan yang dikelola secara ramah lingkungan dan berkelanjutan.
“Semua kertas yang kami gunakan berasal dari legal wood, yang ada ecolabel-nya. Demikian pula semua peralatan elektronika itu harus bisa didaur ulang. Kita juga mencoba semua sampah di kantor ini dikelola sehingga zero waste. Sampah organik kita jadikan kompos. Sampah-sampah non-organik kita jual. Kami punya bank sampah, sampah-sampah bisa didaur ulang, baik dari kantor bahkan sudah meluas dari kantor-kantor lain.” tandas Darhamsyah.
Kelima, adalah kualitas dan kenyamanan udara dalam ruang. Penggunaan AC dikurangi namun tidak membuat ruang terlalu panas. Misalnya dengan pemasangan ex-house fan yang diletakkan 50 cm di atas lantai.
“Kenyamanan dikurangi tetapi orang bisa bekerja dengan baik dan nyaman,” tambahnya.
Dan keenam, manajemen lingkungan bangunan. Kantor hendaknya dilengkapi dengan taman ekologi atau eco educational park, di mana orang bisa belajar tentang berbagai hal terkait lingkungan hidup.
Sementara itu, Dr. H. Marjoni Rachman, M.Si., Rektor Untag 1945 Samarinda menguraikan bahwa “Aktivitas perkantoran dan administrasi adalah suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas sehari-hari suatu organisasi. Dalam hal ini kegiatan perkantoran berkembang pesat seiring dengan perkembangan di sektor perdagangan dan jasa. Berbagai aktivitas di kantor banyak menggunakan energi (listrik & air) dan menghasilkan sampah yang berdampak negatif terhadap lingkungan hidup seperti kertas dan plastik”.
Lebih lanjut, Marjoni menegaskan bahwa “Eco-Office adalah salah satu upaya yang efektif untuk mewujudkan komunitas kantor yang ramah lingkungan yaitu dengan terciptanya lingkungan kantor yang bersih, indah, nyaman dan menyehatkan. Eco Office adalah kantor peduli lingkungan yang telah mewujudkan penerapan sistem manajemen lingkungan dalam kegiatan perkantoran. Tujuannya adalah menciptakan lingkungan kantor yang bersih, indah, nyaman serta menyehatkan. Selain itu, Eco Office bertujuan juga untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemakaian sumber daya alam. Konsep ini mencakup aspek pemeliharaan, penghematan, pengurangan penggunaan sumber daya alam, menjaga mutu baik pada lingkungan gedung dan memperhatikan kesehatan penghuninya yang semua harus berpegang kepada kaidah kesinambungan. Adanya efisiensi baik peralatan listrik maupun mekanik disertai pemeliharaan administrasi yang berkelanjutan dapat meminimalkan penggunaan energi yang dikonsumsi secara signifikan”.
Penerapan konsep eco-office ini sangat dirasakan pentingnya guna mendukung gerakan green building atau bangunan hijau yang selama ini sudah sering di dengungkan. Banyak keuntungan yang diperoleh antara lain produktifitas dari penghuni gedung yang semakin nyaman, bersih, sehat dan meningkat (ddp).